Sunday 1 July 2012


Alkisah, seekor monyet baru saja pulang sekolah. Seharian dia diajari bagaimana melukis, hingga akhirnya ia tertarik mencobanya sendiri tanpa bimbingan dari gurunya. Saat asyik menorehkan warna pada kertasnya, seekor burung gereja hinggap di atas pohon tempat si monyet melukis.


Si monyet baru menyadari kehadiran burung gereja itu saat, pluk!, kotoran si burung jatuh mengotori lukisan setengah matang si monyet. Kenikmatan melukis lenyap, digantikan amarah monyet yang meledak-ledak. Botol-botol tinta mulai beterbangan.

Satu botol, dua botol, tiga botol. Tak ada satu pun botol yang dilemparkan si monyet berhasil mengenai si burung. Si burung hanya tertawa sambil terbang menjauh. HAHAHA.

Empat botol, lima botol.  Duk-duk-duk. Botol yang terbang bergiliran jatuh menghantam tanah. Enam botol, tujuh botol. Setiap kali satu botol terlempar, tinta di dalamnya berhamburan. Perhatian si monyet tak lagi tertuju pada burung. Ia memandangi warna-warna tinta yang diterpa sinar matahari di angkasa. Takjub.

Kuasnya ikut berputar-putar, wush wush wush, ketika bertemu angin. Kertas-kertas gambarnya pun ikut ia lemparkan. Satu per satu pergi menjauh. Si monyet kembali kesal karena kehabisan barang yang dapat ia lemparkan. Saat itulah, ia melihat sehelai kertas penuh warna yang terbang lamban. OI! Itu lukisan dia yang belum selesai! Ke kanan ke kiri. Tarian kertas di udara menggoda si monyet. Dibawa angin, kertas itu pergi perlahan. Si monyet pun beranjak dari duduknya. Melompat maju mengikuti arah gerak kertas.

Satu jam, dua jam. Kertas itu masih tinggi tak dapat diraih. Tiga jam, empat jam. Keringat si monyet kadang membuat matanya perih untuk terus menatap ke atas. Lima jam, enam jam. Bulu si monyet yang tebal membuatnya kesal! Panas! Tapi kertas itu belum juga berhenti menari. Tujuh jam. Si monyet merasakan air sungai mengalir di sela-sela kakinya. Dingin.

Delapan jam, air sungai mengusir keringat di leher si monyet. Senyumnya kembali muncul.
Sembilan jam, kaki si monyet tak lagi menapak ke dasar sungai. Lelah dan muak. Kertas yang tadi ia kejar akhirnya jatuh tepat di depannya. Cat-cat di atas kertas yang telah lama menari bersama matahari ikut lelah. Mereka terdiam dan kaku. Mudah bagi si monyet untuk memanjat naik kertas yang keras dan kaku itu. Memandang jauh ke depan, arus sungai menjadi semakin deras. Suaranya makin menghentak. Kini giliran si monyet yang menari-nari.

0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.
 

Copyright 2010 ::HARMONI HITAM::.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.