Tuesday 24 July 2012

Alkisah, seorang putri dari kerajaan gorilla berniat mencari suami. Tapi ia enggan menoleh pada para calon suami dari kerajaan tetangga. Ia takut pada pangeran singa yang giginya tajam, atau pada raja jerapah yang lehernya terlalu panjang sehingga ia harus meloncat untuk menyuapinya. Maka cukup baginya untuk mencari di kerajaannya sendiri yang petanya selalu ia pegang.


Pergilah ia ke utara. Bertemu dengan gorilla kaya. Ribuan pisang menggunung di belakang punggungnya. Putri gorilla menyapa. Gorilla kaya girang ketika sang putri semakin mendekat. “Mari, tuan putri, cicipi pisang-pisang dari kebunku yang manis-manis ini,” seru si gorilla.

Dengan semangat ia tunjukkan tumpukkan ribuan pisang yang ia punya. Diambilnya satu yang berwarna kuning mengkilat untuk sang putri. 

“Hmm, iya sangat manis, aku suka pisang-pisang yang manis seperti yang ada di kebun ayahku,” kata sang putri. 

Si gorilla kaya semakin girang karena Putri menyukai pisang-pisangnya. Tangannya terkepal di dada, kakinya menghentak-hentak. Ribuan pisang bergetar dan kemudian jatuh mengubur si gorilla kaya. Tapi ia tidak mati, ia hanya menyeringai ketika si putri pergi.

Di timur putri gorilla bertemu gorilla kuat. Ototnya besar-besar, kuat, dan tanpa cacat. Ia tunjukkan kemahirannya melompat. Dari satu pohon ke pohon lainnya, sambil berseru, “Akulah yang terkuat!”

“Oh, ya? Apa buktinya?” tanya sang putri.

“Lihat!” seru si gorilla.

Batu-batu besar dengan mudah ia angkat. Satu per satu ia lemparkan setinggi-tingginya. Terlalu bersemangat, sampai ia lupa semua batu yang dilempar ke atas selalu jatuh ke bawah, tepat menghujam kepalanya. Saking kuatnya, dia tidak mati. Tapi putri sudah telanjur takut dan kemudian pergi.

Sampai di Barat, sang putri bertemu gorilla paling pintar. Semua buku sudah ia baca. Tak ada lagi yang tersisa. Dari karangan semut hingga karangan gajah, semuanya dengan mudah ia hapal.

“Aku dengar, kamu gorilla paling pintar di negeri ini. Benarkah?” tanya sang putri.

“Tentu saja, tuan putri. Aku tahu kenapa hujan selalu turun setelah awan menghitam. Aku tahu kenapa pohon tumbuh ke atas. Aku tahu kenapa pisang melengkung dan berwarna kuning. Aku tahu kenapa bangsa kita punya bulu yang lebat sementara cacing-cacing itu tak punya barang sehelai pun. Aku tahu bagaimana caranya membuat mahkota paling indah sedunia. Aku tahu bagaimana cara membuat kasur dari bantalan awan. Aku tahu……aku tahu..dan seterustnya……dan seterusnya………..”

Si gorilla terlalu bersemangat sampai tak menghiraukan bahwa sang putri sudah pergi melangkah pada kalimatnya yang ketiga.

Sang putri menginjakkan kakinya di bagian selatan negeri gorilla. Agak lama sang putri berjalan hingga akhirnya ia menemukan seekor gorilla yang sedang duduk di atas batu. Kepalanya membungkuk. Pipi-pipinya yang gemuk tertahan oleh dua telapak tangannya. Sementara sikunya menempel pada lututnya yang bersila.

“Sedang apa dia? Apa dia sedang berpikir?” tanya sang putri kepada pengawalnya.

“Tidak, tuan putri. Dia tidak punya otak, mana mungkin dia bisa berpikir,” jawab pengawal.

“Lalu apa yang sedang dia lakukan?”

“Dia hanyalah gorilla tolol, tuan putri. Paling tolol di negeri ini. Dan tuan putri sebaiknya tidak tahu ada gorilla seperti ini. Lagi pula tak ada untungnya dia bagi perjalanan kita: untuk mencari suami bagi tuan putri.”

“Kau yang tolol, pengawal! Tugasmu adalah melayaniku. Kau seharusnya menjawab pertanyaanku, bukan memberi komentarmu! Jadi, apa yang sedang dia lakukan?” mata sang putri membelalak.

“Maaf, tuan putri, gorilla ini hanya akan duduk-duduk di sini. Bahkan ia dapat duduk di sini seharian andai tidak ada seekor pun yang mengusirnya. Ia hanya bergerak jika ada gorilla lain yang memberi perintah. Saking tololnya, untuk makan pun harus ada yang menyuruhnya. Kalau tidak ada, dia hanya diam. Benar-benar tolol dan tak layak tuan putri hiraukan,” jawab pengawal.

“Aku bilang jangan berkomentar! Lebih baik kau segera pulang ke istana dan sampaikan pada ayahku aku telah menemukan calon suamiku!”

Si pengawal terheran-heran, “Tapi tuan putri, gorilla ini…”

“DIAM!”

Si pengawal langsung lari menuju istana. Segera, bunga-bunga ditabur di sepanjang jalan. Bendera-bendera ditegakkan. Terompet dan tamborin saling bersahutan.

Sang putri pun pulang bersama gorilla tolol dari selatan. Di sepanjang jalan menuju istana, semua gorilla tersenyum dan memberi ucapan selamat kepada sang putri. Setelah sang putri hilang dari pandangan, mereka berbalik memunggungi sang putri. Yang tertinggal di belakang sang putri hanyalah kata-kata buruk tentang seberapa tololnya si gorilla tolol dan seberapa lebih tololnya tuan putri tolol yang memilih gorilla tolol sehingga mungkin saja anak mereka kemudian adalah gorilla-gorilla kecil yang tolol yang kemudian akan menjadi pejabat-pejabat tolol dan kemudian raja yang tolol.

 Namun, raja gorilla sama sekali tak punya pandangan buruk. Sama sekali tidak ada. Ia menyambut sang putri dengan penuh suka cita. Bukan karena sang putri adalah anak satu-satunya sehingga ia enggan berpikir yang buruk-buruk. Tapi ia tahu, raja tahu dengan pasti bahwa saat ini putrinya hanya butuh boneka. 

dan mereka kemudian menari






0 komentar:

Post a Comment

Powered by Blogger.
 

Copyright 2010 ::HARMONI HITAM::.

Theme by WordpressCenter.com.
Blogger Template by Beta Templates.